Saturday, 7 December 2013

Beberapa Hal Penting Pulau Sulawesi

Bentuknya seperti huruf K hal ini diakibatkan oleh tumbukan dari benua pasifik dengan kepulaun Banggai-Sula yang merupakan kerak benua. Tepi utara irian bergeser kearah barat.
Lengan barat dan lengan timur tataran hgeologi berbeda , beda pokok sulewesi barat dan sulewesi bagian timur , bagian barat berupa magmatic tersier.                
Bagian timur di dominasi batuan basa dan ultrabasa terdeformasi kuat sebagian ada yang membentuk struktur klopak merupakan intraksi yang kuat antara banggai-sula dan lempeng pasifik. Sulewesi bagian barat secara umum batuan umumnya berumur kapur dan neogen ada kemiripan dengan Kalimantan tenggara dan jawa tengah.     
Berasal dari benua gondwana india dan merkuri , Sulawesi bagian barat sering dinamai blok pangean, pratenosfere, basmentnya berupa granit dan diorite merupakan bukti adanya kerak benua. Banyak dijumpai sesar-sesar utama / mayor yang dapat dijelaskan atau dihubungkan dengan ganesa pemisahan pulau Kalimantan dengan pulau Sulawesi. Menurut Hamilton hingga paleosen tengah Sulawesi masih bagian dari Kalimantan.            
Interpretasi terjadinya selat makasar     
Pada zaman eosin awal india menyatukan asia, bagian timur asia bergeser keluar kearah timur dan tenggara yang memicu sesar mendatar. Proses regangan disis timur Kalimantan  silawesi bagian barat dari tatanan tektonik bisa dibagi menjadi kelompok utara dan selatan. Kelompok utara berapa busur vulkanik yang merupakan bagian dari kerak samudra. Bagian selatan berupa kerak benua yang terekspose berupa sedimen yang diterobos oleh granodiorit dan diorite. Secara umum Sulawesi bagian barat batuan dasarnya beruopa metamorfisme yaiutu skis biru, dan skis hijau dan batuan beku basa dan ultrabasa juga berasosiasi dengan gamping merah dan rijang.    
Beberpa fenomena selat makasar dari utara ke selatan dijumpai produk kerak samudra, kerak benua, kerak samudra. Beberapa ahli mengatakan selat makasar merupakan rifting tanpa spreading. Fenomena selanjutnya mempunyai bentuk batimetri antara timur Kalimantan dan barat Sulawesi, data gaya berat menunjukan data yang relative tinggi.dengan beberapa bukti produk dari kerak samudra, kerak transisi.
Sulawesi bagian timur, bagian lengan timur dan tenggara berupa batuan ultrabasa yakni peridotite, gabro, basal, haskorgite, dunit, sepentinite, piroksinite yang banyak mengandung nikel. Ahli menduga merupakan no 2 cadangan nikel terbesar di dulia. Lengan tenggara didominasi ofiolit dibatasi sesar naik beberapa lipatan yang terkelopak. Bagian lengan tenggara beberapa peneliti adanya berbagai rotasi akibat tumbukan dari kepingan-kepingan banggai-sula terjadi pelenturan kuat, di Sulawesi bagian utara terjadi rotasi.

Thursday, 5 December 2013

Sejarah Perkembangan Arus Turbidit

            Pada tahun 1872 ketika Royal Society of London dan Navy Royal mengadakan Penelitian sertaeksplorasi dengan menggunakan kapal H.M.S. Challenger (1872-1876), menandai kelahiran modern eksplorasi laut dalam (Murray dan Renard, 1891). Dalam hal tahapan keilmuan Kuhn, Penelitian mengenai laut dalam yang dilakukan selama periode 1872-1948 merupakan tahapan pertama dari sebuah pengamatan yang dilakukan secara acak. Tahun 1948 mungkin dianggap sebagai suatu paradigma baru tentang konsep Turbidit sistem. Kongres Geologi Internasional ke 18
yang diadakan di London , Inggris pada tahun 1948, CI Migliorini membahas pembentukan graded bedding oleh arus densitas; Francis P. Shepard menunjukkan Foto-Foto bawah laut yang curam , dinding besar dari lembah bawah laut dan Phillip H. Kuenen membahas potensi erosi dari suatu arus densitas tinggi yang terbentuk pada lembah bawah laut. Hingga 1950, ketika kuenen dan migliorini (1950) mempublikasikan makalah mereka yang berjudul “Turbidity currents as a cause of graded bedding”, komunitas geologi pada umumnya percaya bahwa laut dalam adalah suatu tempat yang tenang dan bebas dari kegiatan suatu arus dimana hanya terjadi pengendapan serta akumulasi dari lempung pelagic (Friedman dan Sanders, 1997). Sejak 1950, pengendapan pasir Turbidit pada lingkungan laut dalam telah diterima secara global.
            Meskipun Walker (1973) dan Stow (1985), percaya bahwa dalam penelitian mengenai laut dalam dapat dicapai pada tahun 1950 dan tahun 1983 tapi menurut shanmugam periode tersebut masih dalam periode krisis. Dimana menurut Shanmugam, krisis ini dimulai ketika pentingnya pengaruh bottom currents/arus bawah laut diwujudkan pada akhir 1960-an. Pada 1980-an, pertanyaaan mendasar yang diajukan tentang Bouma Sequence, model kipas bawah laut dan skema Fasies Turbidit. Tahun 1990-an adalah periode evaluasi ulang dan ditinggalkannya model kipas bawah laut, perdebatan mengenai konsep High density Turbidity currents, Percobaan pada Sandy debris flow, reinterpretasi dari pasir masif Turbidit sebagai hasil dari Sandy debrites dan sikap skeptis terhadap penafsiran proses pengendapan yang terjadi menggunakan geometri seismik (Shanmugam, 2005).


Tuesday, 3 December 2013

Struktur Geologi Regional Pulau Jawa

 Berdasarkan Sejarah dan Evolusi Tektonik yang terjadi dari Zaman Kapur – Sekarang ini, Maka Pulau jawa dibagi menjadi beberapa Fase Tektonik diantaranya adalah sebagai berikut:
           
1. Periode Akhir Kapur – Awal Tersier (70 – 35 Ma)
            Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan lempeng Australia kearah Timurlaut yang menghasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate sepanjang suture Jawa - Meratus, dan diikuti oleh fase pemekaran selama Paleogen ketika serangkaian horst dan graben kemudian terbentuk. Proses magmatisme yang terjadi pada akhir Kapur dapat dikenali dari Timurlaut Sumatra melalui Jawa hingga bagian Tenggara pada Kalimantan.

Studi batuan asal dan penentuan umur dari zircon memberikan pengertian terhadap karakter basement dan menyatakan bahwa kerak benua Gondwana (kemungkinan Barat Australia) asli berada dibagian bawah dari daerah Pegunungan Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa Sundaland pada Kenozoik sedikit sekali menyediakan, jika ada, material terigenous ke Jawa Timur.
Kapur Atas – Eosen Awal, fragmen benua, yang dilepaskan dari super benua Gondwana di selatan, mengapung ke arah timurlaut mendekati daerah subduksi. Kehadiran allochthonous microcontinents di wilayah Asia Tenggara telah diamati dan dilaporkan oleh banyak penulis. Dimulainya Rifting serta pelamparannya berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar regional yang telah ada sebelumnya dalam fragmen kontinental. Bagian basement kontinen mempengaruhi arah cekungan di Sumatra dan Jawa.

2. Periode Oligosen – Miosen Awal (35 – 20 Ma)
            Pada Awal Oligosen sudut kemiringan subduksi bertambah menyebabkan pengurangan kecepatan lempeng Australia ke Utara, diperlambat dari 18 cm / tahun hingga hanya 3 cm (Hall, 2002), dan secara umum pengangkatan terjadi diseluruh Daratan Sunda bagian Tenggara. Erosi dan amblasan lokal sepanjang jejak sesar yang ada menghasilkan endapan terrestrial dan transisi. Selama periode ini, inversi cekungan terjadi karena konvergensi Lempeng Hindia menghasilkan rezim tektonik kompresi di daerah “depan busur” Sumatra dan Jawa. Sebaliknya, busur belakang merupakan subjek pergerakan strike-slip Utara - Selatan yang dominan sepanjang sesar utara-selatan yang telah ada. Selama periode ini, Laut Cina Selatan telah mengalami proses pemekaran lantai samudra. Konvergensi dari lempeng Hindia ke arah Utara dapat terlihar pada rezim tektonik kompresi pada wilayah depan busur Sumatra dan Jawa menyebabkan inversi cekungan. Pergerakan Lempeng Hindia dengan Mikrokontinen Sunda telah menjadi stabil pada 5 – 6 cm / tahun (Hall,2002).

3. Periode Miosen Tengah – Miosen Akhir (20 – 5 Ma)
            Pergerakan ke arah Selatan dari lempeng Hindia – Australia mengambil alih, seiring dengan berkembangnya aktivitas magmatisme yang melingkupi hampir di seluruh dataran pulau Jawa. Pada bagian Utara, berkembang cekungan belakang busur, yang dibagi lagi menjadi beberapa sub – cekungan, dan dipisahkan oleh tinggian basement, dikontrol oleh blok – blok sesar pada basement. Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan mekanisme transtension dan transpression yang berasosiasi dengan sedimentasi turbidit dibagian yang mengalami penurunan. Namun demikian, di bagian paling Timur Jawa Timur, basement dominan berarah Timur - Barat, sebagaimana dapat diamati dengan baik yang mengontrol Palung Kendeng dan juga Palung Madura. Bagian basement berarah Timur – Barat merupakan bagian dari fragmen benua yang mengalasi dan sebelumnya tertransport dari Selatan dan bertubrukan dengan Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur).
Tektonik kompresi yang diakibatkan subduksi ke arah Utara telah mengubah sesar basement Barat – Timur menjadi pergerakan sesar mendatar, dalam periode yang tidak terlalu lama (Manur dan Barraclough, 1994). Kenaikan muka air laut selama periode ini, menghasilkan pengendapan sedimen klastik didaerah rendahan, dan carbonate build up pada tinggian yang membatasi.
Kompresi kedua mulai selama Akhir-Awal Miosen, terbentuk hingga puncak pada Awal-Tengah Miosen. Tegangan menjadi lebih kuat selama peristiwa ini, menghasilkan inversi graben-graben Paleogen. Pengangkatan dari tinggian yang mengapit meningkatkan pasokan sedimen klastik berasal dari inti basement, dengan pasokannya yang menutup sembulan karbonat reef. Efek penurunan muka air laut eustasi selama Miosen Tengah hingga Akhir meningkatkan erosi dan pasokan rombakan klastika asal darat menjadi tersebar luas di seluruh Laut Jawa Timur.
Pada Miosen Akhir rift yang awalnya berarah Barat-Timur mengalami rotasi menjadi orientasi Timurlaut – Baratdaya sebagai sesar mendatar, oleh adanya pengaruh kompresi berarah Utara-Timurlaut yang disebabkan oleh subduksi Lempeng Wharton ke bawah Lempeng Sunda di bawah Jawa.


Sunday, 1 December 2013

Kedudukan Tektonik Gunungapi

            Teori continental drift yang sampai akhir tahun 1960-an berangsur-angsur mulai tergantikan oleh teori plate tectonic atau yang sering kita sebut tektonik lempeng. Teori ini terus berkembang seiring dengan semakin banyaknya data-data yang berhasil ditemukan. Berbagai pendekatan dilakukan untuk menguji kebenaran teori ini, misalnya geomagnetisme, paleomagnetisme, seismologi, analisa tektonik batimetri, pengobaran laut dalam, isotopic, dan pentarikan paleontology. Semua data yang diperoleh mengarah pada satu hal yaitu bahwa kerak bumi terdiri 7 fragmen lempeng litosfer dan beberapa lempeng kecil yang bergerak secara relative antara satu dengan yang lainnya.

            Terdapat 500-600 gunung api aktif di dunia yang terdistribusi secar tidak random, tetapi menunjukan suatu keteraturan yang mengikuti pola batas lempeng. 
penyebaran gunungapi di dunia 95% terletak di batas lempeng dan punggungan tengah samudra. Batas lempeng yang terbentuk tidak hanya bersifat kompresi, tetapi bisa juga bersifat ekstensi maupun transfor. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan sistem yang ada di dalamnya.
            Aktifitas vulkanisme berdasarkan teori tektonik lempeng menurut cas wrigth (1988) dapat diklasifikasikan menjadi :
a.      Volkanisme mid-ocean spreading ridge
b.      Volkanisme interarc basin spreading
c.       Volkanisme ocean intra-plate
d.      Volkanisme intra-plate continent
e.      Volkanisme continental rift
f.        Volkanisme young island yang berasosiasi dengan zona subduksi palung
g.      Volkanisme micro-continental arc yang berasosiasi dengan zona subduksi palung.
Volkanisme continental margin.