GEOLOGI REGIONAL SULAWESI SELATAN
Secara
regional, geologi Pulau Sulawesi dan sekitarnya termasuk kompleks, yang
disebabkan oleh proses divergensi dari tiga lempeng litosfer, yaitu : Lempeng
Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan
Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan-tenggara.
Selat
Makassar yang memisahkan platform Sunda (bagian Lempeng Eurasia) dari Lengan
Selatan dan Tengah, terbentuk dari proses pemekaran lantai samudera pada Miosen
(Hamilton, 1979,1989; Katili, 1978,1989). Bagian utara Pulau Sulawesi adalah
Palung Sulawesi Utara yang terbentuk akibat proses subduksi kerak samudera Laut
Sulawesi. Di Lengan tenggara, proses konvergensi terjadi antara Lengan Tenggara
dengan bagian utara Laut Banda sepanjang Tunjaman Tolo (Silver et al.,
1983a,b). Kedua struktur mayor tersebut (Palung Sulawesi Utara dan Tunjaman
Tolo) dihubungkan oleh Sistem Sesar Palu-Koro-Matano.
Berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan tektoniknya, Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi ke dalam lima propinsi tektonik, yaitu Busur Volkanik Tersier Sulawesi Barat, Busur Volkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Sabuk Metamorfik Kapur-Paleogen Sulawesi Tengah, Sabuk Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen pelagisnya, serta fragmen Mikro-kontinen Paleozoikum Banda yang berasal dari Kontinen Australia. Kontak antara ke lima propinsi tersebut berupa kontak sesar (Hamilton, 1978,1979; Sukamto & Simandjuntak, 1983; Metcalfe, 1988.1990; Audley-Charles & Harry, 1990; Audley-Charles,1991;Davidson,1991).
Berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan tektoniknya, Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi ke dalam lima propinsi tektonik, yaitu Busur Volkanik Tersier Sulawesi Barat, Busur Volkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Sabuk Metamorfik Kapur-Paleogen Sulawesi Tengah, Sabuk Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen pelagisnya, serta fragmen Mikro-kontinen Paleozoikum Banda yang berasal dari Kontinen Australia. Kontak antara ke lima propinsi tersebut berupa kontak sesar (Hamilton, 1978,1979; Sukamto & Simandjuntak, 1983; Metcalfe, 1988.1990; Audley-Charles & Harry, 1990; Audley-Charles,1991;Davidson,1991).
STRATIGRAFI SULAWESI SELATAN
Daerah sulawesi
selatan, dimana berdasarkan urutan
stratigrafinya batuan tertua yang dijumpai di daerah adalah Formasi Latimojong yang berumur Kapur dengan
ketebalan kurang lebih 1000 meter. Formasi ini telah termetamorfisme dan
menghasilkan filit, serpih, rijang, marmer, kwarsit dan beberapa intrusi
bersifat menengah hingga basa, baik berupa stock maupun berupa retas-retas.Pada
bagian atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Toraja yang terdiri dari
Tersier Eosen Toraja dan Tersier Eosen
Toraja Limestone yang berumur
Eosen terdiri dari serpih, batugamping dan batupasir serta setempat
batubara, batuan ini telah mengalami perlipatan kuat. Kisaran umur dari
fosil-fosil yang dijumpai pada umumnya berumur Eosen Tengah sampai Miosen
Tengah. (Djuri dan Sudjatmiko, 1974). Pada bagian atas formasi ini dijumpai
batuan vulkanik Lamasi yang berumur Oligosen, terdiri dari aliran lava
bersusunan basaltik hingga andesitik, breksi vulkanik, batupasir dan batulanau,
setempat-setempat mengandung feldspatoid. Kebanyakan batuan terkersikkan dan
terkloritisasi. Satuan batuan berikutnya adalah satuan yang terdiri dari napal dan sisipan batugamping yang
setempat-setempat mengandung batupasir gampingan, konglomerat dan breksi yang
berumur Miosen Bawah hingga Miosen Tengah, di tempat lain diendapkan satuan
batuan yang terdiri dari konglomerat, meliputi sedikit batupasir glaukonit
dan serpih. Ketebalan satuan batuan ini antara 100 – 400 meter dan berumur
Miosen Tengah hingga Pliosen.
Ketiga
satuan batuan di atas mempunyai hubungan menjemari dengan satuan
batuan yang terdiri dari lava yang bersusunan andesit sampai basal, pada
beberapa tempat terdapat breksi andesit, piroksin dan andesit trakit serta
felspatoid. Kelompok satuan batuan ini berumur Miosen Awal hingga Pliosen dan
mempunyai ketebalan 500 – 1000 meter.
Pada
beberapa tempat dijumpai pula satuan batuan Tmpa, yang merupakan
Molasa Sulawesi yang terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung dan napal
dengan selingan batugamping dan lignit. Foraminifera menandakan umur Miosen
Akhir hingga Pliosen.
Satuan
Batuan termuda berupa endapan aluvial dan pantai yang terdiri dari lempung,
lanau, pasir kerikil dan setempat-setempat terdapat terdapat terumbu koral
(Qal) menempati daerah pesisir timur dan barat.
KEGIATAN TEKTONIK SULAWESI SELATAN.
Batuan yang tersingkap di daerah Sulawesi selatan merupakan
himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda
sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter. Beberapa sistem tektonik dapat dikenali
berdasarkan ciri-ciri himpunan batuan serta strukturnya. Macam-macam himpunan
batuan tersebut memberikan gambaran yang sesuai bila diterangkan kejadiannya
dengan teori tektonik lempeng. Baik macam himpunannya, hubungan stratigrafinya
maupun strukturnya menandakan suatu pengertian yang jelas di dalam evolusi
geologi yang pendekatannya berdasarkan teori tektonik lempeng. Himpunan batuan
berumur dari Trias sampai Kapur Awal merupakan himpunan batuan
"allochthone" yang tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik,
terdiri dari "batuan ultramafik Kayubiti", "batuan metamorfosis
Bontorio", "batupasir Paremba", "basal
Dengengdengeng", "breksi sekis" dan "rijang Paring",
yang secara bersama menyusun "Komplek Melange Bantimala". Himpunan
batuan berumur dari Kapur Akhir sampai Pliosen merupakan himpunan batuan
"autochthone" yang superposisi serta hubungannya dapat diamati dengan
jelas.
Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru yang
berumur Kapur Akhir menindih tak selaras "Komplek Melange Bantimala",
dan ditindih berturut-turut oleh batuan volkanik Formasi Alla, sedimen
terestrial Formasi Malawa, karbonat paparan Formasi Tonasa, batuan
volkaniklastik serta volkanik yang menyusun formasi-formasi Benrong,
Kunyikunyi, Ceppiye, serta Tondongkarambu, dan diakhiri oleh endapan darat
berasal longsoran serta runtuhan yang berumur Pliosen. Batuan yang tersingkap
di daerah Bantimala dan sekitarnya merupakan himpunan-himpunan batuan yang
terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman
Kuarter.
"Batuan metamorfosis Bontorio" ditafsirkan sebagai hasil
metamorfosis batuan sedimen di bagian bawah cekungan busur-depan pada suatu
sistem busur-palung zaman Trias. "Batupasir Paremba" adalah endapan
cekungan tepi kerak benua pada zaman Jura Awal-Jura Tengah, dan "basal
Dengengdengeng" ke luar melalui retakan kerak benua pada zaman itu.
"Breksi sekis" ditafsirkan sebagai turbidit "fluxo" di
cekungan tepi kerak-benua pada zaman Jura Akhir, dan "rijang Paring"
sebagai endapan laut dalam beralaskan "breksi sekis" pada zaman Jura
Akhir-Kapur Awal. "Batuan ultramafik Kayubiti" ditafsirkan sebagai
kerak samudera yang terjadi di cekungan antar-busur pada zaman Trias. Berbagai
macam himpunan batuan yang lingkungan terjadinya berbeda itu telah
tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, dan membentuk "komplek
melange" pada sistem busur-palung zaman Kapur Tengah.
Sejak Pliosen daerah Bantimala dan sekitarnya telah
mengalami pengangkatan dan erosi yang berlangsung hingga sekarang. Dengan
memperhatikan kesebandingan himpunan batuan, kedudukan stratigrafi serta
hubungan tektonik antara ber bagai himpunan batuan di daerah Bantimala dan yang
ada di daerah sekitarnya, maka perkembangan geologi regional wilayah Sulawesi
dapat dikenali. Sistem busur-palung zaman Kapur Tengah yang menyebabkan
berbagai himpunan batuan dari Trias sampai Kapur Awal tercampuraduk serta
terimbrikasi di daerah Bantimala, telah terjadi membentang S-U di sisi timur
Kraton Sunda yang kenampakannya sekarang berupa "lajur sutur" TG-BL
dari "Komplek Melange Bantimala", anomali aeromagnet tak teratur di
Selat Makassar sampai "Komplek Melange Boyan" di Kalimantan Barat.
Dalam perkembangan selanjutnya, daerah yang semula berupa
lajur tunjaman Kapur Tengah itu kemudian menjadi cekungan busur-depan Kapur
Akhir di sisi timur Kraton Sunda pada zaman diendapkannya Formasi Balangbaru.
Pada Kapur Akhir itu Kraton Sunda mulai berputar lawan-jarum-jam, dan diikuti
tumbuhnya sistem busur–palung di sisi selatannya yang di antaranya membentuk
batuan volkanik Formasi Alla pada kala Paleosen. Perputaran dan pengangkatan
Kraton Sunda diikuti oleh peretakan selama Paleosen Akhir-Eosen Awal, sehingga
terjadi sedimen terestrial yang sangat luas yang di Sulawesi Selatan
menghasilkan Formasi Malawa. Penurunan perlahan te lah menghasilkan endapan
karbonat paparan yang sangat luas selama Eosen Akhir-Miosen Tengah yang di
Sulawesi Selatan berupa Formasi Tonasa. Perputaran Kraton Sunda yang menerus
dan terjadinya perubahan arah gerak Lempeng Pasifik, yang semula ke utara
kemudian ke barat sejak Eosen Tengah, maka bagian timur sistem busur-palung di
sisi selatan Kraton Sunda menjadi melengkung ke arah BD-TL. Sistem busur-palung
di,bagian timur itu kemudian menjadi sistem busur-palung Sulawesi di sisi
tenggara Kraton Sunda, dan terpisah dari sistem busur-palung Jawa-Nusatenggara
yang mulai berkembang sejak Miosen Awal. Gerakan ke barat Lempeng Pasifik yang
tercepatkan sejak Miosen Awal telah menyebabkan di antaranya, selama Miosen
Tengah-Miosen Akhir, Batur Tukang Besi serta Batur Banggai-Sula membentur Busur
Sulawesi Timur, dan Busur Sulawesi Timur melanggar sistem busur-palung
Sulawesi. Akibat dari benturan serta pelanggaran itu maka Busur Sulawesi Timur
menyatu dengan Busur Sulawesi Barat yang keduanya melengkung membentuk huruf K,
dan kegiatan magma di Busur Sulawesi Barat sebelah selatan Katulistiwa mulai
mereda sejak Pliosen.
SEJARAH
GEOLOGI SULAWESI
Zaman
Paleozoikum
Pada periode Perm (280 Ma.) semua daratan menjadi satu benua yaitu benua Pangea.
Pada periode Perm (280 Ma.) semua daratan menjadi satu benua yaitu benua Pangea.
Zaman
Mesozoikum
Pada periode Trias (250 Ma), pecahnya Pangea menjadi dua yaitu Laurasia dan Gondwana. Laurasia meliputi Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Asia sekarang. Sampai beberapa tahun belakangan ini pandangan yang umum diterima dalam sejarah geologi adalah bahwa Indonesia dan wilayah sekitar bagian barat (Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan bagian barat Sulawesi) merupakan bagian benua Laurasia, yang belum lama berselang masih terpisahkan dari bagian timur ( bagian Timur Sulawesi, Timor, Seram, Buru, dan seterusnya) yang merupakan bagian benua Gondwana.
Pada periode Trias (250 Ma), pecahnya Pangea menjadi dua yaitu Laurasia dan Gondwana. Laurasia meliputi Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Asia sekarang. Sampai beberapa tahun belakangan ini pandangan yang umum diterima dalam sejarah geologi adalah bahwa Indonesia dan wilayah sekitar bagian barat (Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan bagian barat Sulawesi) merupakan bagian benua Laurasia, yang belum lama berselang masih terpisahkan dari bagian timur ( bagian Timur Sulawesi, Timor, Seram, Buru, dan seterusnya) yang merupakan bagian benua Gondwana.
Pada Periode Jura
(215 Ma.), Bagian barat Sulawesi bersama sama dengan Sumatera, Kalimantan, dan
daratan yang kemudian akan menjadi kepulauan lengkung Banda dianggap
terpisahkan dari antartika dalam pertengahan zaman Jura, atau dengan kata lain,
Bagian barat Indonesia bersama dengan Tibet, Birma Thailand, Malaysia dan Sulawesi
Barat, terpisah dari benua Laurasia.
Zaman
Konozoikum
Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul di bagian barat Sulawesi.
Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul di bagian barat Sulawesi.
Pada kurun Oligosen
(40 Ma), Posisi Indonesia bagian barat dan Sulawesi bagian barat, posisinya
seperti posisi sekarang.
Pada kurun Miosen (25
Ma), Australia, Irian dan bagian timur Sulawesi barangkali terpisahkan dari
Irian sebelum bertabrakan dengan Sulawesi bagian barat, pada zaman pertengahan
miosen dimana mulai munculnya daratan. Dimana Australia, Sulawesi Timur dan
Irian terus bergarak ke utara kira kira 10 cm pertahun.
Peristiwa yang paling
dramatik dalam sejarah geologi Indonesia terjadi dalam kurun Miosen, ketika
lempeng Australia bergerak ke Utara mengakibatkan melengkungnya bagian timur,
lengkung Banda ke Barat. Gerakan ke arah barat ini digabung dengan desakan ke
darat sepanjang sistem patahan Sorong dari bagian barat Irian dengan arah timur
barat, mengubah kedua masa daratan yang akan menghasilkan bentuk khas Sulawesi
yang sekarang. Diperkirakan tabrakan
ini terjadi pada 19-13 Ma yang lalu. Kepulauan Banggai Sula bertabrakan dengan
Sulawesi timur dan seakan akan menjadi ujung tombak yang masuk ke Sulawesi
barat, yang menyebabkan semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah
jarum jam sebesar kira kira 35 derajat, dan bersama itu membuka teluk Bone.
Semenanjung Utara memutar ujung utaranya menurut arah jarum jam hampir sebesar
90 derajat ,yang menyebabkan terjadinya subduksi (penempatan secara paksa suatu
bagian kerak bumi di bawah bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik),
sepanjang Alur Sulawesi Utara dan Teluk Gorontalo. Dan Obduksi (penempatan
secara paksa suatu bagian kerak bumi diatas bagian lain pada pertemuan dua
lempeng tektonik),batuan ultra basis di Sulawesi timur dan tenggara diatas
reruntuhan pengikisan atau endapan batuan yang lebih muda yang bercampur aduk.
Diperkirakan
juga bahwa, Sulawesi barat bertabrakan dengan Kalimantan timur pada akhir
Pliosen (3 Ma. yang lalu) yang sementara itu menutup selat Makasar dan baru
membuka kembali dalam periode Kwarter, meskipun tidak ada data pasti yang
menunjang pendapat ini. Endapan tebal dari sebelum Miosen di selat Makasar
memberikan petunjuk bahhwa Kalimantan dan Sulawesi pernah terpisahkan
sekurang-kurangnya 25 Ma. dalam periode permukaan laut rendah, mungkin sekali
pada masa itu terdapat pulau-pulau khususnya di daerah sebelah barat Majene dan
sekitar gisik Doangdoang. Di daerah Doangdoang, penurunan permukaan air laut
sampai 100 m. akan menyebabkan munculnya daratan yang bersinambungan antara
Kalimamantan tenggara dan Sulawesi barat daya. Biarpun demikian, suatu
pengamatan yang menarik ialah bahwa garis kontur 1000 m di bawah laut di
sebelah timur Kalimantan persis sama dengan garis yang sama di Sulawesi barat,
sehingga mungkin selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.
Sulawesi meliputi
tiga propinsi geologi yang berbeda-beda, digabung menjadi satu oleh gerakan
kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang
dipisahkan oleh patahan utara barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan
Palu Koro), serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang
Luwuk dan Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kep. Sula
(yang kenyataannya merupakan bagian Propinsi Maluku)
No comments:
Post a Comment