Thursday, 9 February 2012

STRUKTUR SEDIMEN


Struktur sedimen adalah kenampakan pada batuan sedimen sebagai akibat dari adanya proses pengendapan. Struktur ini  merupakan sifat yang sangat penting pada batuan sedimen baik yang berada pada bagian atas, bagian bawah maupun bagian dalam lapisan. Struktur sedimen ini dapat digunakan untuk menentukan proses dan keadaan serta lingkungan pengendapan, arah arus pengendapan, kedalaman, energi, kecepatan dan hidrolika arah arus yang mengalir serta pada daerah batuan yang terlipat dapat dipakai untuk mengetahui bagian bawah dan bagian atas perlapisan. Struktur sedimen ini sebaiknya dilihat dan dipelajari pada suatu singkapan, bukan pada suatu contoh setangan atau sayatan tipis.
Struktur sedimen berkembang melewati proses fisika dan atau kimia, sebelum, selama, dan sesudah pengendapan atau juga melalui proses jasad renik (biogenic). Krumbein dan Sloss (1963) membagi struktur sedimen menjadi 2 kelompok, yaitu Struktur sedimen primer dan struktur sedimen sekunder. Pettijohn (1975) membagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu Struktur Anorganik dan Struktur Organik. Selley (1980) mengelompokkan struktur sedimen berdasarkan asal usulnya menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.       Struktur sedimen sebelum pengendapan (Pre-depositional sedimentary structures)
2.       Struktur sedimen saat pengendapan (Syn-depositional sedimentary structures)
3.       Struktur sedimen setelah pengandapan (Post-depositional sedimentary structures)
Sedangakan struktur sedimen yang diakibatkan oleh kegiatan organisme dimasukkan dalam kelompok fosil sebagai trace fossil.


Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen kedalam 4 kelompok, yaitu :
  1. Struktur pengikisan (Erosional structures)
  2. Struktur pengendapan (Depositional structures)
  3. Struktur pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)
  4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)

Untuk pembahasan tentang struktur sedimen dalam bab ini dipakai klasifikasi menurut Tucker, 1982.
1.      Struktur Pengikisan (Erosional structures)
Struktur pengikisan adalah struktur yang terbentuk akibat adanya arus yang mengikis batuan yang lebih tua sebelum sedimen diendapkan diatasnya. Yang termasuk kelompok ini antara lain :
a.       Tikas garut (flute cast)
Tikas garut ini terbentuk akibat pengikisan dan merupakan ciri dari endapan turbidit. Struktur ini berada dibawah permukaan dan memanjang sampai berbentuk segitiga dengan bagian yang membulat kearah hulu dan mempunyai panjang mulai dari beberapa millimeter hingga mencapai puluhan centimeter. Struktur ini merupakan petunjuk yang dapat digunakan untuk penentuan arah arus purba (paleo current)

b.      Tikas gores (groove cast)
Tikas gores berbentuk punggungan memanjang pada permukaan lapisan, berkisar dari beberapa millimeter hingga beberapa centimeter. Struktur ini pada permukaan lapisan mungkin seluruhnya sejajar atau pula mungkin memperlihatkan beberapa arah. Struktur ini terbentuk melalui pengikisan alur yang dipotong terutama oleh objek yang terseret sepanjang arus dan merupakan pula ciri dari arus turbidit. Arah tikas gores ini menunjukkan arah arus yang mengendapkannya.

c.       Tool mark
Struktur ini terbentuk ketika objek dibawa oleh arus sungai dan berhubungan dengan permukaan sedimen dibawahnya. Tanda ini terjadi sebagai akibat objek menggelinding, menusuk dan menyikat permukaan sedimen dibawahnya. Objek yang membuat tanda ini biasanya berupa mud clast, fragmen binatang dan rombakan tumbuhan.
d.      Merkah gerus (scour mark)
              Merkah gerus merupakan struktur dalam skala kecil dan terdapat pada bagian bawah perlapisan. Pada pandangan bidang biasanya memanjang dalam arah arus. Dengan bertambahnya ukuran, merkah gerus ini berangsur  menjadi alur (channel). Ciri khas permukaan merkah gerus adalah pemotongan endapan yang terletak di bawah dan hadirnya sedimen kasar di atas permukaan gerusan.

e.   Channel
Alur adalah struktur sedimen berskala besar, beberapa meter hingga kilometer panjangnya. Alur pula sering terisi oleh sedimen yang kasar daripada sedimen dibawahnya atau dengan sedimen yang berbatasan, dan sering berupa konglomerat alas (basalt conglometare).




2.      Struktur Pengendapan (Depositional structures)
Struktur pengendapan adalah struktur sedimen yang terjadinya bersamaan dengan pengendapan.  Struktur pengedapan ini terdapat pada bagian atas dan bagian bawah perlapisan. Yang termasuk dalam struktur pengendapan antara lain :

  1. Masif
Bila tidak menunjukkan struktur dalam lapisan (Pettijohn & Potter, 1964) atau ketebalan lapisan lebih dari 120 cm ( Mc. Kee & Weir, 1953). Faktor kemungkinan pembentukan struktur masif ini yaitu : Pertama, saat diendapkan memang tidak mempunyai struktur sedimen, Kedua, struktur pengendapannya telah dirusak oleh beberpa proses seperti bioturbasi, rekristalisasi dan pengeringan. Struktur ini dibentuk dalam keadaan yang cepat dan umumnya berupa endapan turbidit, aliran butir (grain flow) dan aliran debris (debris flow).
  1. Perlapisan sejajar


Bila bidang perlapisannya saling sejajar dengan ketebalan lapisan lebih dari 1 cm. Perlapisan ini terbentuk akibat adanya perubahan dalam butiran sedimen, warna maupun susunan mineraloginya.


  1. Laminasi ; Perlapisan sejajar yang ketebalannya kurang dari 1 cm.
  1. Perlapisan pilihan (Gradded bedding)
Bila perlapisan disusun atas butiran yang berubah teratur dari halus ke kasar (bersusun terbalik : inverse gradding)maupun dari kasar ke halus pada arah vertical, struktur ini merupakan cirri dari suatu sedimentasi pada arus yang pekat.


  1. Perlapisan silang-siur ( Cross bedding) dan Laminasi silang-siur (Cross Lamination)
Perlapisan atau laminasi yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada diatasnya atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, struktur ini terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.
  1. Gelembur (Ripple)
Struktur ini terbentuk pada permukaan lapisan yang dikontrol oleh arus yang mengalir baik oleh air, angin maupun gelombang. Gelembur yang berasal dari arus disebut current ripple, oleh angina disebut wind ripple dan oleh gelombang disebut wave ripple. Skala yang lebih besar disebut sebagai Dune (Gumuk Pasir). Variasi ripple antara lain : Swaley & Hummocky, Herringbone, Symetry & Asymetry Ripple dll.




  1. Rainspot
Rainspot adalah cekungan kecil yang terbentuk oleh butiran air hujan pada permukaan batuan sedimen berbutir halus yang masih lunak. Struktur ini berguna untuk menentukan lapisan atas dan lapisan bawah dari suatu perlapisan terutama pada lapisan yang miring maupun terbalik.

3.      Struktur sedimen pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)
Struktur sedimen setelah pengenapan ini terbentuk melalui gerakan sedimen (nendatan) dan lainnya melalui reorganisasi bagian dalam seperti pengeringan dan pembebanan. Proses-proses kimia-fisika setelah pengendapan menghasilkan stylolite, solution dan nodule.
a.       Nendatan (slump) dan longsoran (slide)
Pada daerah yang miring, masa sedimen dapat diangkut sepanjang lereng. Bergeraknyya masa sedimen dapat mengakibatkan perubahan pada bagian dalam masa sedimen itu. Gerakan seperti ini disebut longsoran (slide). Jika masa sedimen secara internal berubah selama gerakan sepanjang lereng disebut nendatan (slump). Masa yang mengalami nendatan menunjukkan lipatan-lipatan minor. Kehadiran nendatan dan longsoran dalam suatu runtunan dapat ditentukan dari terdapatnya lapisan diatas dan dibawah perlapisan tersebut tidak terganggu. Struktur yang sering juga muncul akibat adanya longsoran maupun pembebanan dapat menimbulkan struktur Growth Fault.
b.      Sandstone dike dan sand volcano
Struktur ini relatif jarang dijumpai, mudah ditentukan oleh memotongsilangnya dengan lapisan sekitarnya dan diisi dengan pasir. Sand volcano berbentuk kerucut dengan suatu cekungan pada pusatnya yang terdapat pada bidang perlapisan
c.       Dish dan Pillar structure


Struktur ini terdiri dari laminasi yang cekung keatas, biasanya beberapa sentimeter lebarnya, dipisahkan oleh zona tanpa struktur (pillar). Dish dan Pillar structure dibentuk oleha air yang lewat sedimen secara mendatar dan keatas (fluid escape) dan umumnya terbentuk pada endapan kipas bawah laut.

d.      Load structure
Struktur pembebanan (load structure) dibentuk melalui tenggelamnya  suatu lapisan kedalam lapisan yang lain. Tikas beban (load cast) biasanya terdapat pada dasar batupasir yang terletak diatas batulumpur. Lumpur yang ada dapat diinjeksikan keatas kedalam batupasir membentuk struktur flame. Juga sebagai akibat pembebanan, biasanya pasir dapat tenggelam kedalam lumpur membentuk struktur ball dan pillow.


e.       Deformed bedding
Deformed bedding dan istilah seperti disrupted, convolute dan conturted bedding dapat diterapkan pada perlapisan sejajar, perlapisan silang-siur dan laminasi silang-siur yang dihasilkan selama pengendapan telah terganggu, tetapi tidak ada pergerakan sedimen secara mendatar dalam skala besar. Convolute bedding terdapat dalam laminasi silang-siur, dengan laminasi diubah dalam bentuk antiklin dan sinklin. Convolute seperti ini sering tidak asimetri atau menungging kearah arus purba, sedangkan conturted dan disrupted tidak menunjukkan orientasi.

f.       Nodule

Nodule juga disebut konkresi, biasanya terbentuk dalam sedimen setelah pengendapan. Mineral-mineral yang sering terdapat pada nodul adalah kalsit, dolomit, siderit, pirit, colophane dan kuarsa. Nodul kalsit, pirit dan siderit diameternya bisa beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, biasanya terdapat dalam batuan lumpur. Nodul chert biasanya terdapat dalam batugamping, nodul kalsit dan dolomit kadang-kadang terdapat dalam batupasir. Bentuk nodule bervariasi, bisa bulat, pipih, memanjang dan bisa juga tidak teratur.

  

4.      Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)
Fosil jejak  dapat diinterpretasikan aktifitas binatangnya yang menyebabkan timbulnya struktur ini, tetapi sifat alami binatangnya sendiri sulit untuk ditentukan karena organisme yang berbeda sering mempunyai cara hidup yang sama. Suatu binatang dapat menghasilkan struktur yang berbeda tergantung pada tingkah lakunya dan sifat sedimen seperti ukuran butir, kandungan air dan sebagainya. Struktur buluh (burrow) biasanya dibuat oleh crustacea, anellid, bivalve dan echinoid, sedangkan permukaan track dan trail dibuat oleh crustacea, trilobite, annelid, gastropod dan vertebrata. Struktur yang agak mirip buluh (burrow) dapat dihasilkan oleh akar tumbuhan, walapun yang terakhir sering mengandung karbonat

a.      Bioturbation
Bioturbation menunjukkan gangguan sedimen oleh organisme.


b.      Trace fossil (fosil jejak)
Fosil jejak adalah struktur sedimen yang dihasilkan pada sedimen yang tidak terkonsolidasi oleh kegiatan organisme. Kelompok utama yang terdapat pada permukaan lapisan dan permukaan bawah lapisan adalah crawling, grazing (Jejak makan) dan resting (Jejak istirahat), sedangkan yang terdapat dalam lapisan adalah struktur feeding (Jejak sedang mencari makan) dan dwelling (Jejak menguni). Jejak merayap biasanya dihasilkan oleh crustaceatrilobita dan annelid/Vertebrata seperti dinosaurus meninggalkan cetakan kaki sebagai fosil jejak. Struktur biogenik ini mempunyai pola terputar, meandering dan radial. Struktur menghuni (Dwelling structure) adalah macam-macam buluh (burrow) dari bentuk tebing tegak sampai hurup U, orientasinya bia tegak, mendatar atau miring dengan perlapisan.



catatan kuliahku Paleontologi


PALEONTOLOGI

Jenis - Jenis Fosil

a. Fosil yang berupa fragmen
Fosil merupakan fragmen, dimana fragmen ini bisa mengalami perubahan dan ada yang tidak bisa mengalami perubahan.

b. Fosil tidak terubah.
Pada fosil ini, organisme yang terawetkan komposisi semula tidak mengalami perubahan.

c. Fosil terubah
Pada fosil ini, komposisi fosilnya telah mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa :
• Permineralisasi : bagian-bagian organisme yang porous terisi oleh mineral-mineral sekunder
• Replacement : mineral sekunder mengganti semua material fosil yang asli
• Rekristalisasi : butiran halus pada mineral asli menyusun kembali ke dalam kristal yang lebih besar dari material sebelumnya.

d. Fosil jejak atau bekas
Dibedakan menjadi :
Track, trail dan burrow
Track adalah jejak berupa tapak, trail ialah jejak berupa seretan, sedangkan burrow berupa jejak galian dari organisme penggali.

Mold, Cast, dan Imprint
Mold ialah cetakan yang terbentuk oleh fosil dimana fosil tersebut terlarutkan seluruhnya, cast ialah mold yang terisi oleh mineral sekunder membentuk jiplakan secara kasar mirip dengan fosil asli.

Cuprolite
Cuprolit ialah fosil yang berupa kotoran dari hewan. Dari kotoran ini, dapat diketahui makanan, tempat hidup, dan ukuran relatifnya.

Fosil kimia
Fosil kimia ialah fosil yang berupa keadaan kiimia pada masa lampau seperti jejak asam organik.

e. Fosil indeks
Fosil indek adalah fosil yang digunakan sebagai penunjuk waktu geologi. Fosil ini meliputi 2 keadaan, yaitu :

Fosil yang mempunyai kisaran yang panjang : fosil terdapat pada beberapa batuan yang berasal dari beberapa jaman geologi yang berurutan.

Fosil dengan kisaran yang pendek : fosil yang hanya terdapat pada batuan yang berasal dari satu jaman geologi tertentu saja, atau bahkan hanya berasal dari sebagian jaman tertentu

Prinsip Dasar Geologi Dalam Penentuan Waktu Nisbi


Perkembangan dari peristiwa dan proses yang terjadi di bumi merupakan suatu sejarah. Sebagaimana ilmu sejarah yang lain, diperlukan suatu skala waktu yang dapat dipakai sebagai acuan waktu dari setiap peristiwa yang terjadi. Oleh karena sejarahnya yang panjang, maka waktu yang terlibat dalam proses atau gejala geologi di bumi disebut sebagai waktu geologi. Panjangnya setiap waktu geologi tidak diukur dalam hari, tahun atau abad, tetapi satuan waktu tersebut dinyatakan dalam jutaan tahun. Ilmu yang membahas tentang penetapan umur geologi dan urutan jaman geologi disebut sebagai Geokronologi.

Penetapan waktu geologi secara prinsip ada dua macam, yaitu penetapan waktu secara nisbi dan penetapan waktu secara absolut (dengan radioaktif). Waktu secara nisbi suatu gejala atau proses terjadi lebih tua atau lebih muda dari gejala dan proses geologi yang lain. Untuk penetapan waktu secara nisbi ini digunakan beberapa hukum stratigrafi, yaitu hukum atau prinsip Unformitarianisme, Initial horizontality, Cross-cutting relationship, Faunal Succession, dan Inklusi.

Prinsip Unformitarianisme :
Keadaan dan proses-proses geologi yang terjadi di bumi pada waktu sekarang ini juga terjadi hampir sama pada masa lampau tetapi pada tempat yang berbeda. Prinsip ini dicetuskan oleh seorang geolog dari Skotlandia, James Hutton, yaitu "the present is the key to the past." menurutnya, keadaan bumi pada masa lalu dapat dijelaskan dengan apa yang terlihat dan terjadi pada saat ini.

Prinsip Initial horizontality :
Pada awal proses kejadiannya, perlapisan batuan pada umumnya akan menempati posisi horisontal di dasar cekungan sejajar dengan permukaan bumi, sehingga kalau dijumpai perlapisan sudah dalam posisi miring, maka perlapisan tersebut sudah mengalami proses tektonik (gerakan kulit bumi) yang memiringkan perlapisan tersebut.

Prinsip Cross-cutting relationship :
Apabila suatu urutan perlapisan terpotong oleh sesar / patahan, maka sesar tersebut berumur lebih muda dari perlapisan termuda yang mengalami penyesaran dan lebih tua dari lapisan tertua yang tidak mengalami penyesaran tersebut.

Prinsip Faunal Succession :
Karena terjadinya evolusi, berbagai fosil yang terawetkan di dalam sekuen batuan, kenampakan fisiknya berubah secara gradual dan teratur sejalan dengan waktu. Kelompok-kelompok fosil dan batuan yang mengandung fosil tersebut dapat digunakan untuk mengkorelasikan secara geografik antara suatu daerah dengan daerah lain.

Prinsip Inklusi :
Apabila suatu fragmen batuan masuk kedalam tubuh batuan lain sebagai inklusi, maka batuan yang menjadi inklusi tersebut lebih tua dari batuan yang diinklusinya. Sebagai contoh yaitu ketika xenolit ditemukan di dalam batuan beku, maka xenolit tersebut berumur lebih tua daripada batuan yang di masukinya.


Berdasar pemanfaatan hukum-hukum tersebut maka sebagai hasilnya dapat diketahui urutan kejadian dari bebatuan yang ada di suatu tempat, sehingga urutan posisinya dapat digambarkan dengan baik. Gambar dari urutan posisi batuan di lapangan disebut sebagai kolom stratigrafi dari suatu tempat. Disamping itu secara nisbi dapat pula diketahui kapan terjadinya proses lain yang ada di tempat tersebut misalnya kalau di suatu tempat ada batuan yang mengalami penyesaran (pematahan), perlipatan, intrusi (penerobosan), pengangkatan dan erosi, maka secara nisbi proses tersebut dapat ditentukan kapan terjadinya.

Prinsip pengurutan secara nisbi inilah yang mengawali proses geokronologi dari batuan-batuan di bumi. Kolom-kolom semula dibuat secara lokal disuatu tempat kemudian dicari hubungan kesamaannya (dikorelasikan) dengan kolom di tempat lain. Proses korelasi lokal ini kemudian diperluas menjadi korelasi regional dan akhirnya korelasi secara global. Dalam urutan tersebut terdapat bagian-bagian yang khas berasal dari satu tempat. Oleh karenanya nama urutan tersebut diberikan sesuai dengan nama tempat terdapatnya urutan yang khas tersebut. Sebagai contoh salah satu urutan batuan tua dijumpai di Wales (Inggeris), tempat dimana dulu tinggal suku Cambria. Oleh karena itu urutan batuan yang khas seperti itu, baik yang berada di Cambria maupun yang juga dijumpai di tempat lain selanjutnya disebut sebagai perlapisan Cambrian. Ditempat lain juga di Inggeris dijumpai batuan khas yang tersingkap (muncul dan dapat diamati) di tempat yang dulu ditempati suku Ordovicic. Urutan khas itu disebut sebagai perlapisan Ordovician. Selanjutnya di tempat yang dulu ditempati oleh suku Silur, terdapat urutan batuan yang khas, yang kemudian disebut sebagai perlapisan Silurian. Setelah ke tiga tempat tersebut dikorelasikan terutama dengan mengggunakan hukum Superposisi, diketahui bahwa Cambrian terletak di bawah Ordovician dan Silurian terletak di atas Ordovician. Dengan demikian di sekitar Wales dijumpai urutan perlapisan Cambrian, Ordovician dan kemudian Silurian.









Wednesday, 8 February 2012

conodonthophorodia

Conodonthophorodia
(conodont)    


  Conodonthophorodia (conodont) merupakan jenis cacing yang sangat kecil dan tulang menyerupai fossil gigi,hidup di batuan paleozoikum khususnya ordovisian dan permian dan sisanya campuran batuan mesozoikum.
  Umumnya Conodont ini hidup di satu morfologi dengan Scolecodont,gigi seperti cacing annelida tetapi  perbedaan dapat diketahui dari kandungan phospat dan silicochitinous, ini memungkinkan bagi Conodontophoridia dan Scolecodont dipisahkan secara kimiawi dan di lain sisi dapat dipisahkan dari segi warna di mana Conodontophoridia memiliki warna coklat terang dengan tampilan luar glassy (gelasan) sedangkan Scolecodont memiliki warna hitam (akibat proses karbonisasi).
   conodonthoporodia secara umum memiliki tubuh kurang lebih 2mm  memiliki tanduk dan body transparan di karenakan mengandung phospat dan kalsium.Conodonthoporidia dapat hancur akibat unsur kimia nitrit dan sulfur hidroklorida.

Ciri Fisik Chonodonthoporodia(conodont
Single cone type (kerucut sederhana),dibentuk oleh sebuah gigi tunggal atau denticle.
Blade type (tipe memanjang),unit lateral di kompresi di bentuk oleh deretan denticle yang menyatu kecuali pada ujungnya.
Bar-type(tipe seperti terbilah),memiliki denticle yang meruncing tinggi dan meruncing rendah.
Platform type,merupakan evolusi dari bar-type

Klasifikasi Chonodonthoporodia(conodont)
Chonodontophoridia(conodont) dapat terbagi dalam 2 tipe yaitu Fibrous (berserat) dan nonfibrous (laminasi) tipe umum untuk struktur dalam.
 
  1. Fibrous (berserat) merupakan sub orde dari neurodontiformes dan terkomposisi    dari gumpalan serat .
 
  2. Nonfibrous (laminasi) merupakan sub orde dari chonodontiformes dan terkomposisi dari struktur laminasi
  Kedua grup ini memiliki bentuk krucut
  Lebih dari 130 penamaan yang telah disahkan dalam literatur conodont dari jumlah 1.500,terdapat 50 tidak disahkan dan tidak di gunakan oleh peneliti dan 80 diantaranya telah di akui dan di gunakan dalam penelitian,sisanya masih di teliti.
  Conodont berasosiasi dengan batuan di lautan dan karbonatan dan terdiri dari gigi dan rahang ikan,gastropoda,pelecypoda,bracyopoda dan worm burrows.


TAKSONOMI
Conodontophoridia merupakan sebuah ordo ,dimana Conodontophoridia memiliki 2 sub ordo yaitu :
  1. Neurodontophiformes : Conodont yang terdiri dari beberapa gumpalan serat dan memiliki 3 famili yang di resmikan yaitu :
  a. Coleodontidae berbentuk graham .
  b. Chirognathidae berbentuk seperti clisp atau jari manusia.
  c. Trucherognatidae berbentuk seperti graham yang menyerupai plat .
  Berumur Ordovician.
   2. Conodontiformes : conodont dengan struktur laminasi dan memiliki 5 family yang sudah di resmikan yaitu :
ž
  a. Distacodidae berbentuk sederhana kerucut terbalik
  b. Prioniodidae berbentuk seperti tiang ,stang atau batang.
  c. prioniodinidae berbentuk seperti sirip ikan
  d. Polygnathidae berbentuk seperti bilateral simetri atau seperti daun.
  e. Gnethodontidae berbentuk seperti pedang belati.
  Berumur Ordovician sampai Permian.


MANFAATNYA DALAM GEOLOGI
  Chonodontophoridia (Conodont) ditemukan pada batuan yang berusia Prakambrium, Conodont ditemukan lebih sering pada semidentasi Kambrium, puncak kemunculan Conodont pada masa Ordovisium sampai Devon. Conodont tidak mengalami kepunahan pada Permo-Triassic  namun punah selama periode Triassic akhir. Yang paling primitif adalah conodonts kerucut tunggal, yang muncul pada masa Ordovisium dan mencapai puncaknya pada Arenigian (Ordovisium akhir awal). 
  Sehingga Conodontophoridia atau conodont digunakan oleh ahli geologi untuk alat penting penentu umur batuan paleozoikum dan menghubungkan Trias regional dan global karena kelimpahan mereka (conodont).Morfologi mereka sangat beragam dan cepat berevolusi dan distribusi mereka sangat luas.Mereka bertindak sebagai penanda utama mendefenisikan batas-batas dari banyak sistem,seri dan tahapan dari Paleozoikum dan Trias.

KESIMPULAN
  Conodontophoridia (conodont)kecil,punya gigi seperti fosil dan hidup di batuan paleozoikum khususnya ordovisian dan permian dan sisanya pada batuan mesozoikum. Conodont tertua berumur ordovician di amerika utara dan eropa dan conodont termuda berumur permian, triassic dan batuan berumur kapur tapi umumnya berumur paleozoic masuk dimasa Mesozoic dikarenakan ukurannya yang kecil dan daya tahan tubuh yang rentan dan mudah hancur karena proses kimia.

  Chonodontophoridia memiliki 2 ordo yaitu :
  1. Neurodontphiformes terbagi menjadi 3 famili yaitu Coleodontidae, Chirognathidae dan Trucherognatidae.
  2. Conodontiformes terbagi menjadi 5 famili yaitu Distacodidae, Prioniodidae, Prioniodinidae, Polygnathidae, Gnethodontidae.

  Conodont memiki bebarapa manfaat di dalam interprestasi di dunia geologi, diantaranya adalah untuk menuntukan umur serta batas batuan satu dengan lainnya, karena dengan mengidenfikasi fosil Conodont, kita dapat menentukan litologi batuan tersebut, karena seperti yang kita ketahui, bahwa selama hidupnya Conodont hidup dan mati di lingkungan laut dangkal.







TUGAS PKM


A.    JUDUL PROGRAM
PERAN MAHASISWA GEOLOGI DALAM SOSIALISASI DAN MITIGASI DAMPAK ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DALAM RADIUS 20 KM DI YOGYAKARTA

B.     LATAR BELAKANG

            Gunung merapi (ketinggian puncak 2.986 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah pulau jaewa dan merupakan salah satu gunung teraktif di Indonesia.Lereng sisi selatan berada dalam administrasi kabupaten seleman , Daerah Istemewa Yogyakarta,
dan sisanya berada dalam Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara.Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
            Gunung ini sangat berbahaya karena menurut cacatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan di kelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.Kota Mgelang dan Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak dibawah 30 km dari puncaknya. Dilereng nya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Olehkarena tingkat kepentingan ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade ini. ( Decade Volcanoes).
            Erupsi Gunung merapi merupakan salah satu bencana alam yang bila terjadi akibatnya sangat fatal bagi kehidupan makluk hidup terutama manusia. Hal ini dikarenakan bnyak sekali memakan korban, sehingga sangat perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah dan orang-orang yang terkait untuk memberikan suatu kontribusi terhadap daerah yang terkena daerah yang terkena dampaknya. Sehingga dapat mengurangi korban jiwa bila nantinya akan terjadi kembali. Untuk hal ini perlu adanya sosialisasi atau mitigasi bencana tentang erupsi Gunung Merapi. Sehingga wacana seperti ini dapat menjadi suatu batu loncatan untuk kesejahteraan masyarakat dan sebagi contoh bagi masyarakat awam.


C.    PERUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dirumuskan oleh peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah penyebab erupsi dalam radius 20 km
2.      Bagaimana akibatnya daerah yang terkena erupsi gunung merapi
3.      Bagaimana solusi penanganan gunung api
4.      Bagaimana standar prosedur pelaksanaan evakuasi gunung api


D.    TUJUAN PROGRAM
Adapun tujuan dari kegiatan program ini adalah :
1.      Mengetahui mekanisme terjadinya erupsi gunung merapi
2.      Mengetahui dampak/resiko daerah yang terkena erupsi merapi
3.      Mengetahui prosedur evakuasi ketika erupsi terjadi
4.      Mengetahui prosedur evakuasi ketika saat terjadi erupsi


E.     LUARAN YANG DIHARAPKAN
Dalam kegiatan sosialisasi ini, metode yang dilaksanakan diharapkan mudah dimengerti oleh masyarakat setempat. Dimana samapai  radius 20 km merupakan salah satu wilayah yang mengalami dampak erupsi merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 sangat parah. Untuk memberikan gambaran dan mekanisme yang harus dilakukan apabila erupsi merapi serupa kembali melanda daerah yang sama maka solusi yang tepat adalah dengan mengenalkan erupsi tersebut.
Dengan mengenalkan erupsi dan mekanisme apa yang harus dilakukan ketika erupsi terjadi maka diharapkan masyarakat daerah setempat dapat mengetahui dampak yang terjadi,solusi maupun prosedur evakuasi macam apa yang harus mereka lakukan ketika erupsi merapi  kembali melanda daerah mereka. Untuk menunjang upaya tersebut, pelaksana akan membuat sebuah visualisasi berupa gambar-gambar maupun poster-poster yang nantinya akan diletakkan di seputar Gunung Merapi. Selain itu, pada saat presentasi akan ditampilkan Peta Zonasi Bencana.


F.     KEGUNAAN
Kegiatan ini diharapkan menghasilkan pengetahuan tentang proses terjadinya erupsi merapi, dampak dari erupsi , sehingga nantinya dapat diketahui pola erupsi di daerah sosialisasi untuk pengembangan ilmu dan teknologi dalam bidang Geologi.
Sosialisasi ini diharapkan menghasilkan masyarakat yang paham tentang gunung merapi, dampak yang terjadi dan penanganan yang sesuai sehingga masyarakat diharapkan tetap tenang ketika menghadapi bencana gunung merapi.


G.    TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan sejarah, Gunung Merapi mulai tampil sebagai gunung api sejak tahun 1006, ketika itu tercatat sebagai letusannya yang pertama (Data Dasar Guungapi Indonesia, 1979). Sampai Letusan Februari 2001, sudah tercatat meletus sebanyak 82 kejadian. Secara rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap antara 2 – 5 tahun, sedangkan siklus menengah setiap 5 – 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama >30 tahun, terutama pada masa awal keberadaannya sebagai gunungapi. Memasuki abad 16 catatan kegiatan Merapi mulai kontinyu dan terlihat bahwa, siklus terpanjang pernah dicapai selama 71 tahun ketika jeda antara tahun 1587 dan kegiatan 1658.
Eropsi Gunung Merapi selalu dilalui dengan proses yang panjang yang dimulai dengan pembentukan kubah, guguran lava pijar, awanpanas yang secara definisi
sesungguhnya awal dari erupsi tipe efusif. Di bawah ini ditampilkan tabel yang memuat waktu letusan dan lamanya letusan tersebut yang dihitung sejak masa awal proses erupsi hingga letusan puncak secara menyeluruh

Tabel 1. Daftar masa letusan, lamanya kegiatan, dan masa istirahat Gunung Merapi
sejak tahun 1871 (Suparto S. Siswowidjojo, 1997, disempurnakan)

Tahun
Kegiatan
Lamanya
Kegiatan (tahun)
Masa Istirahat/
Lama Istirahat (tahun)

Waktu Letusan Puncak
 1871-1872 (*)
1878-1879
1882-1885
1886-1888
1890-1891
1892-1894
1898-1899
1900-1907
1908-1913
1914-1915
1917-1918
1920-1924 (*)
1930-1935 (*)
1939-1940
1942-1943
1948-1949
1953-1954 (*)
1956-1957
1960-1962
1967-1969 (*)
1972-1974
1975-1985
1986-1987
1992-1993
1993-1994
1996-1997
1998
2000-2001
1
1
3
3
1
2
1
7
5
1
1
4
5
1
1
1
1
1
2
2
2
10
1
1
1
1
1 bln
1
1872-1878/6
1878-1881/3
1885-1886/1
1888-1890/2
1891-1892/1
1894-1898/4
1899-1900/1
1907-1908/1
1913-1914/1
1915-1917/2
1918-1920/2
1924-1930/6
1935-1939/4
1940-1942/2
1943-1948/5
1949-1953/4
1954-1956/2
1957-1960/3
1962-1967/5
1969-1972/3
1974-1975/1
1985-1986/7
1986-1987/1
1987-1992/5
1993/5 bln
1994-1996/2
1997-1998/1
1998-2000/2
15 April 1872
Dalam tahun 1879
Januari 1883
Dalam tahun 1885
Agustus 1891
Oktober 1894
Dalam tahun 1898
Terjadi tiap tahun
Dalam tahun 1909
Maret-Mei 1915

Februari, April 1922
18 Des ’30, 27 Apr’34
23 Des.’39, 24 Jan’40
Juni 1942
29 September 1948
18 Januari 1954
3 Januari 1953
8 Mei 1961
8 Januari 1969
13 Desember 1972
15 Juni 1984
10 Oktober 1986
2 Februari 1992
22 November 1994
14,17 Januari 1997
11,19 Juli 1998
10 Februari 2001
Referensai Utama Direktorat Vulkanologi Data Dasar Gunung api Indonesia 1979, B. Voight, R.Sukhyar dan A.D. Wirakusumah Journal of volcanology and geothermal research Volume 100, 2000,  J.A. Katili, Suparto S. Pemantauan Gunungapi di Indonesia dan Filipina, 1995


Peta Kawasasn Rawan Bencana Gunung Merapi














Karakter dan Gejala Letusan
Sejak awal sejarah letusan Gunung Merapi sudah tercatat bahwa tipe letusannya adalah pertumbuhan kubah lava kemudian gugur dan menghasilkan awanpanas guguran yang dikenal dengan Tipe Merapi (Merapi Type). Kejadiannya adalah kubahlava yang tumbuh di puncak dalam suatu waktu karena posisinya tidak stabil atau terdesak oleh magma dari dalam dan runtuh yang diikuti oleh guguran lava pijar. Dalam volume besar akan berubah menjadi awanpanas guguran (rock avalance), atau penduduk sekitar Merapi mengenalnya dengan sebutan wedhus gembel, berupa campuran material berukuran debu hingga blok bersuhu tinggi (>700oC) dalam terjangan turbulensi meluncur dengan kecepatan tinggi (100 km/jam) ke dalam lembah. Puncak letusan umumnya berupa penghancuran kubah yang didahului dengan letusan eksplosif disertai awanpanas guguran akibat hancurnya kubah. Secara bertahap, akan terbentuk kubahlava yang baru.

Hartman (1935) membuat simpulan tentang siklus letusan Gunung Merapi dalam 4 kronologi yaitu:
Kronologi 1.
Diawali dengan satu letusan kecil sebagai ektrusi lava. Fase utama berupa pembentukan kubahlava hingga mencapai volume besar kemudian berhenti. Siklus ini berakhir dengan proses guguran lava pijar yang berasal dari kubah yang terkadang disertai dengan awanpanas kecil yang berlangsung hingga bulanan.
Kronologi 2.
Kubahlava sudah sudah terbentuk sebelumnya di puncak. Fase utama berupa letusan bertipe vulkanian dan menghancurkan kubah yang ada dan menghasilkan awanpanas. Kronologi 2 ini berakhir dengan tumbuhnya kubah yang baru. Kubah yang baru tersebut menerobos tempat lain di puncak atau sekitar puncak atau tumbuh pada bekas kubah yang dilongsorkan sebelumnya.
Kronologi 3.
Mirip dengan kronologi 2, yang membedakan adalah tidak terdapat kubah di puncak, tetapi kawah tersumbat. Akibatnya fase utama terjadi dengan letusan vulkanian disertai dengan awanpanas besar (tipe St. Vincent ?). Sebagai fase akhir akan terbentu kubah yang baru.
Kronologi 4.
Diawali dengan letusan kecil dan berlanjut dengan terbentuknya sumbatlava sebagai fase utama yang diikuti dengan letusan vertikal yang besar disertai awanpanas dan asap letusan yang tinggi yang merupakan fase yang terakhir. Pada kenyataannya, terutama sejak dilakukan pemantauan yang teliti yang dimulai dalam tahun 1984, batasan setiap kronologi tersebut sering tidak jelas bahkan bisa jadi dalam satu siklus letusan berlangsung dua kronologi secara bersamaan, seperti pada Letusan 1984.
Seiring dengan perkembangan teknologi, sejak 1984 ketika sinyal data dapat dikirim melalui pemancar radio (radio telemetry) sistem tersebut mulai dipergunakan dalam mengamati aktivitas gunungapi di Indonesia, termasuk di Gunung Merapi. Dan sejak saat itu gejala awal letusan lebih akurat karena semua sensor dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan pusat kegiatan tergantung kekuatan pemancar yang dipergunakan, secara normal dapat menjangkau hingga jarak antara 25 – 40 km.
Hampir setiap letusan Gunung Merapi, terutama sejak diamati dengan seksama yang dimulai tahun 80-an, selalu diawali dengan gejala yang jelas. Secara umum peningkatan kegiatan lazimnya diawali dengan terekamnya gempabumi vulkanik-dalam (tipe A) disusul kemudian munculnya gempa vulkanik-dangkal (tipe B) sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah permukaan. Ketika kubah mulai terbentuk, gempa fase banyak (MP) mulai terekam diikuti dengan makin besarnya jumlah gempa guguran akibat meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi.
Sebagai contoh kasus, berikut ini ditampilkan secara lengkap hasil rekaman seismograf dan tiltmeter yang memonitor kegiatan vulkanik Gunung Merapi pada Kegiatan 2000 2001.

H.    METODE PELAKSANAAN
Metodologi yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan pemberian visualisasi animasi atau penyuluhan langsung tentang mekanisme erupsi gunung merapi  dan dinamikanya kepada warga di sekitar radius 20 km. Ceramah dilanjutkan dengan kegiatan diskusi dan tanya jawab agar warga mudah memahami materi yang disampaikan.
           
                       
I.       JADWAL KEGIATAN

Tabel 2. Jadwal Kegiatan
No.
Uraian Kegiatan
Bulan I
Bulan II
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Survei Awal dan Tinjauan Lapangan









Survei daerah sosialisasi









Pengamatan geologi daerah setempat


2
Pengumpulan Data Sekunder









Peta Rupa Bumi, Peta Topografi, Tinjauan Pustaka, Geologi Regional dan lain-lain.










3
Perizinan Tempat









Membuat Surat Izin Melaksanakan Kegiatan Sosialisasi









4
Pembuatan Laporan Sementara









Pembuatan Bahan Seminar








5
Revisi dan Interpretasi Laporan Sementara









Konsultasi dengan para ahli dan dosen pembimbing.









6
Penyelesaian Laporan Akhir









Perbaikan laporan setelah revisi









Pembuatan bahan seminar akhir

Pembuatan Poster dan Gambar-gambar
7
Publikasi dan Presentasi









Memperbanyak Laporan









Sosialisasi kepada masyarakat setempat
8
Pengumpulan Laporan Akhir









J.      RANCANGAN BIAYA
Tabel 3. Peralatan Penunjang PKM
No.
Uraian
Jumlah
Harga Satuan
Jumlah
(Rp)
(Rp)
1.
Sewa Peralatan Lapangan : kompas geologi, palu geologi, GPS                     (1 paket x 3 hari)
1 paket
50,000
150,000
2.
Pengadaan Peta


400,000



Sub total : 
550,000
Tabel 4. Perjalanan dan Akomodasi
No.
Uraian
Hari
Harga Satuan
Jumlah
(Rp)
(Rp)
1.
Tinjauan Lapangan
1
600,000
600,000
2.
Sewa Mobil + Supir (Survey Detail)
3
350,000
1,050,000
3.
BBM
3
100,000
300,000
4.
Penginapan (5 orang x 3 hari x 100.000)
2
500,000
1,000,000
5.
Akomodasi ( 5 orang x 1hari x 50.000)
3
60,000
900,000



Sub total : 
3,850,000



Tabel 5. Lain-lain

No.
Uraian
Jumlah
Harga Satuan
Jumlah

(Rp)
(Rp)

1.
Pembuatan Laporan
7 hari
100,000
700,000

(konsumsi : 4orang x 7 x 25.000)

2.
Penggandaan laporan

300,000
300,000

3.
Cartridge
2
250,000
500,000

4.
Flashdisk 4gb
2
150,000
300,000

5.
Memory card kamera
1
250,000
200,000

6.
Kertas HVS
1 rim
50,000
50,000

7.
Sewa LCD Projector + layar (2hari)
1 paket
500,000
1000,000

8.
Sewa Sound System (2hari)
1 paket
250,000
500,000

9.
Biaya tak terduga


1,000,000
















Sub total : 
4,550,000



Tabel 5. Rekapitulasi

No.
Uraian
Jumlah

(Rp)

1.
Peralatan Penunjang PKM


550,000

2.
Perjalanan dan Akomodasi


3,850,000

3.
Lain - lain


4,550,000










Total : 
Rp.8,950,000


K.    DAFTAR PUSTAKA

Karakteristik Gunungapi, 2000, BPPTK
Buletin Merapi, EDISI XX/2010


L.     LAMPIRAN