Pada dasarnya sistim panas bumi terbentuk
sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang
terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konduksi
terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi
karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. Perpindahan panas
secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung. Air karena gaya
gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi
apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi
perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi
lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan
air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air
atau arus konveksi.
Terjadinya sumber energi panas bumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Hazuardi (1992) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia (pada Gambar dibawah ). Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng India-Australia di
sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 - 210 km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Herdiannita, 2006) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.
Terjadinya sumber energi panas bumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Hazuardi (1992) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia (pada Gambar dibawah ). Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng India-Australia di
sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 - 210 km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Herdiannita, 2006) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.
Tektonik
Indonesia Pertemuan Lempeng
Indo-Australia, Pasifik dan Eurasia
di Indonesia (Katili, 1973 dalam http://pertambangan-geologi.blogspot.com/)
|
No comments:
Post a Comment