Thursday, 15 March 2012

GEOLOGI REGIONAL SULAWESI SELATAN


GEOLOGI REGIONAL SULAWESI SELATAN
Secara regional, geologi Pulau Sulawesi dan sekitarnya termasuk kompleks, yang disebabkan oleh proses divergensi dari tiga lempeng litosfer, yaitu : Lempeng Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan-tenggara.
Selat Makassar yang memisahkan platform Sunda (bagian Lempeng Eurasia) dari Lengan Selatan dan Tengah, terbentuk dari proses pemekaran lantai samudera pada Miosen (Hamilton, 1979,1989; Katili, 1978,1989). Bagian utara Pulau Sulawesi adalah Palung Sulawesi Utara yang terbentuk akibat proses subduksi kerak samudera Laut Sulawesi. Di Lengan tenggara, proses konvergensi terjadi antara Lengan Tenggara dengan bagian utara Laut Banda sepanjang Tunjaman Tolo (Silver et al., 1983a,b). Kedua struktur mayor tersebut (Palung Sulawesi Utara dan Tunjaman Tolo) dihubungkan oleh Sistem Sesar Palu-Koro-Matano.

Berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan tektoniknya, Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi ke dalam lima propinsi tektonik, yaitu Busur Volkanik Tersier Sulawesi Barat, Busur Volkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Sabuk Metamorfik Kapur-Paleogen Sulawesi Tengah, Sabuk Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen pelagisnya, serta fragmen Mikro-kontinen Paleozoikum Banda yang berasal dari Kontinen Australia. Kontak antara ke lima propinsi tersebut berupa kontak sesar (Hamilton, 1978,1979; Sukamto & Simandjuntak, 1983; Metcalfe, 1988.1990; Audley-Charles & Harry, 1990; Audley-Charles,1991;Davidson,1991).




STRATIGRAFI SULAWESI SELATAN
  Daerah sulawesi selatan, dimana berdasarkan urutan stratigrafinya batuan tertua yang dijumpai di daerah adalah Formasi Latimojong  yang berumur Kapur dengan ketebalan kurang lebih 1000 meter. Formasi ini telah termetamorfisme dan menghasilkan filit, serpih, rijang, marmer, kwarsit dan beberapa intrusi bersifat menengah hingga basa, baik berupa stock maupun berupa retas-retas.Pada bagian atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Toraja yang terdiri dari Tersier Eosen Toraja  dan Tersier Eosen Toraja Limestone  yang berumur Eosen  terdiri dari serpih, batugamping dan batupasir serta setempat batubara, batuan ini telah mengalami perlipatan kuat. Kisaran umur dari fosil-fosil yang dijumpai pada umumnya berumur Eosen Tengah sampai Miosen Tengah. (Djuri dan Sudjatmiko, 1974). Pada bagian atas formasi ini dijumpai batuan vulkanik Lamasi yang berumur Oligosen, terdiri dari aliran lava bersusunan basaltik hingga andesitik, breksi vulkanik, batupasir dan batulanau, setempat-setempat mengandung feldspatoid. Kebanyakan batuan terkersikkan dan terkloritisasi. Satuan batuan berikutnya adalah satuan  yang terdiri dari napal dan sisipan batugamping yang setempat-setempat mengandung batupasir gampingan, konglomerat dan breksi yang berumur Miosen Bawah hingga Miosen Tengah, di tempat lain diendapkan satuan batuan yang terdiri dari konglomerat, meliputi sedikit batupasir glaukonit dan serpih. Ketebalan satuan batuan ini antara 100 – 400 meter dan berumur Miosen Tengah hingga Pliosen.
               Ketiga satuan batuan di atas mempunyai hubungan menjemari dengan satuan batuan yang terdiri dari lava yang bersusunan andesit sampai basal, pada beberapa tempat terdapat breksi andesit, piroksin dan andesit trakit serta felspatoid. Kelompok satuan batuan ini berumur Miosen Awal hingga Pliosen dan mempunyai ketebalan 500 – 1000 meter.
               Pada beberapa tempat dijumpai pula satuan batuan Tmpa, yang merupakan Molasa Sulawesi yang terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung dan napal dengan selingan batugamping dan lignit. Foraminifera menandakan umur Miosen Akhir hingga Pliosen.
               Satuan Batuan termuda berupa endapan aluvial dan pantai yang terdiri dari lempung, lanau, pasir kerikil dan setempat-setempat terdapat terdapat terumbu koral (Qal) menempati daerah pesisir timur dan barat.



KEGIATAN TEKTONIK SULAWESI SELATAN.

Batuan yang tersingkap di daerah Sulawesi selatan merupakan himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter. Beberapa sistem tektonik dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri himpunan batuan serta strukturnya. Macam-macam himpunan batuan tersebut memberikan gambaran yang sesuai bila diterangkan kejadiannya dengan teori tektonik lempeng. Baik macam himpunannya, hubungan stratigrafinya maupun strukturnya menandakan suatu pengertian yang jelas di dalam evolusi geologi yang pendekatannya berdasarkan teori tektonik lempeng. Himpunan batuan berumur dari Trias sampai Kapur Awal merupakan himpunan batuan "allochthone" yang tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, terdiri dari "batuan ultramafik Kayubiti", "batuan metamorfosis Bontorio", "batupasir Paremba", "basal Dengengdengeng", "breksi sekis" dan "rijang Paring", yang secara bersama menyusun "Komplek Melange Bantimala". Himpunan batuan berumur dari Kapur Akhir sampai Pliosen merupakan himpunan batuan "autochthone" yang superposisi serta hubungannya dapat diamati dengan jelas.
Sedimen "flysch" Formasi Balangbaru yang berumur Kapur Akhir menindih tak selaras "Komplek Melange Bantimala", dan ditindih berturut-turut oleh batuan volkanik Formasi Alla, sedimen terestrial Formasi Malawa, karbonat paparan Formasi Tonasa, batuan volkaniklastik serta volkanik yang menyusun formasi-formasi Benrong, Kunyikunyi, Ceppiye, serta Tondongkarambu, dan diakhiri oleh endapan darat berasal longsoran serta runtuhan yang berumur Pliosen. Batuan yang tersingkap di daerah Bantimala dan sekitarnya merupakan himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter.
"Batuan metamorfosis Bontorio" ditafsirkan sebagai hasil metamorfosis batuan sedimen di bagian bawah cekungan busur-depan pada suatu sistem busur-palung zaman Trias. "Batupasir Paremba" adalah endapan cekungan tepi kerak benua pada zaman Jura Awal-Jura Tengah, dan "basal Dengengdengeng" ke luar melalui retakan kerak benua pada zaman itu. "Breksi sekis" ditafsirkan sebagai turbidit "fluxo" di cekungan tepi kerak-benua pada zaman Jura Akhir, dan "rijang Paring" sebagai endapan laut dalam beralaskan "breksi sekis" pada zaman Jura Akhir-Kapur Awal. "Batuan ultramafik Kayubiti" ditafsirkan sebagai kerak samudera yang terjadi di cekungan antar-busur pada zaman Trias. Berbagai macam himpunan batuan yang lingkungan terjadinya berbeda itu telah tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, dan membentuk "komplek melange" pada sistem busur-palung zaman Kapur Tengah.
Sejak Pliosen daerah Bantimala dan sekitarnya telah mengalami pengangkatan dan erosi yang berlangsung hingga sekarang. Dengan memperhatikan kesebandingan himpunan batuan, kedudukan stratigrafi serta hubungan tektonik antara ber bagai himpunan batuan di daerah Bantimala dan yang ada di daerah sekitarnya, maka perkembangan geologi regional wilayah Sulawesi dapat dikenali. Sistem busur-palung zaman Kapur Tengah yang menyebabkan berbagai himpunan batuan dari Trias sampai Kapur Awal tercampuraduk serta terimbrikasi di daerah Bantimala, telah terjadi membentang S-U di sisi timur Kraton Sunda yang kenampakannya sekarang berupa "lajur sutur" TG-BL dari "Komplek Melange Bantimala", anomali aeromagnet tak teratur di Selat Makassar sampai "Komplek Melange Boyan" di Kalimantan Barat.
Dalam perkembangan selanjutnya, daerah yang semula berupa lajur tunjaman Kapur Tengah itu kemudian menjadi cekungan busur-depan Kapur Akhir di sisi timur Kraton Sunda pada zaman diendapkannya Formasi Balangbaru. Pada Kapur Akhir itu Kraton Sunda mulai berputar lawan-jarum-jam, dan diikuti tumbuhnya sistem busur–palung di sisi selatannya yang di antaranya membentuk batuan volkanik Formasi Alla pada kala Paleosen. Perputaran dan pengangkatan Kraton Sunda diikuti oleh peretakan selama Paleosen Akhir-Eosen Awal, sehingga terjadi sedimen terestrial yang sangat luas yang di Sulawesi Selatan menghasilkan Formasi Malawa. Penurunan perlahan te lah menghasilkan endapan karbonat paparan yang sangat luas selama Eosen Akhir-Miosen Tengah yang di Sulawesi Selatan berupa Formasi Tonasa. Perputaran Kraton Sunda yang menerus dan terjadinya perubahan arah gerak Lempeng Pasifik, yang semula ke utara kemudian ke barat sejak Eosen Tengah, maka bagian timur sistem busur-palung di sisi selatan Kraton Sunda menjadi melengkung ke arah BD-TL. Sistem busur-palung di,bagian timur itu kemudian menjadi sistem busur-palung Sulawesi di sisi tenggara Kraton Sunda, dan terpisah dari sistem busur-palung Jawa-Nusatenggara yang mulai berkembang sejak Miosen Awal. Gerakan ke barat Lempeng Pasifik yang tercepatkan sejak Miosen Awal telah menyebabkan di antaranya, selama Miosen Tengah-Miosen Akhir, Batur Tukang Besi serta Batur Banggai-Sula membentur Busur Sulawesi Timur, dan Busur Sulawesi Timur melanggar sistem busur-palung Sulawesi. Akibat dari benturan serta pelanggaran itu maka Busur Sulawesi Timur menyatu dengan Busur Sulawesi Barat yang keduanya melengkung membentuk huruf K, dan kegiatan magma di Busur Sulawesi Barat sebelah selatan Katulistiwa mulai mereda sejak Pliosen.
SEJARAH GEOLOGI SULAWESI

Zaman Paleozoikum
            Pada periode Perm (280 Ma.) semua daratan menjadi satu benua yaitu benua Pangea.

Zaman  Mesozoikum
            Pada periode Trias (250 Ma), pecahnya Pangea menjadi dua yaitu Laurasia dan Gondwana. Laurasia meliputi Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Asia sekarang. Sampai beberapa tahun belakangan ini pandangan yang umum diterima dalam sejarah geologi adalah bahwa Indonesia dan wilayah sekitar bagian barat (Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan bagian barat Sulawesi) merupakan bagian benua Laurasia, yang belum lama berselang masih terpisahkan dari bagian timur ( bagian Timur Sulawesi, Timor, Seram, Buru, dan seterusnya) yang merupakan bagian benua Gondwana.
Pada Periode Jura (215 Ma.), Bagian barat Sulawesi bersama sama dengan Sumatera, Kalimantan, dan daratan yang kemudian akan menjadi kepulauan lengkung Banda dianggap terpisahkan dari antartika dalam pertengahan zaman Jura, atau dengan kata lain, Bagian barat Indonesia bersama dengan Tibet, Birma Thailand, Malaysia dan Sulawesi Barat, terpisah dari benua Laurasia.

Zaman Konozoikum
            Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul di bagian barat Sulawesi.
Pada kurun Oligosen (40 Ma), Posisi Indonesia bagian barat dan Sulawesi bagian barat, posisinya seperti posisi sekarang.
Pada kurun Miosen (25 Ma), Australia, Irian dan bagian timur Sulawesi barangkali terpisahkan dari Irian sebelum bertabrakan dengan Sulawesi bagian barat, pada zaman pertengahan miosen dimana mulai munculnya daratan. Dimana Australia, Sulawesi Timur dan Irian terus bergarak ke utara kira kira 10 cm pertahun.
Peristiwa yang paling dramatik dalam sejarah geologi Indonesia terjadi dalam kurun Miosen, ketika lempeng Australia bergerak ke Utara mengakibatkan melengkungnya bagian timur, lengkung Banda ke Barat. Gerakan ke arah barat ini digabung dengan desakan ke darat sepanjang sistem patahan Sorong dari bagian barat Irian dengan arah timur barat, mengubah kedua masa daratan yang akan menghasilkan bentuk khas Sulawesi yang sekarang.     Diperkirakan tabrakan ini terjadi pada 19-13 Ma yang lalu. Kepulauan Banggai Sula bertabrakan dengan Sulawesi timur dan seakan akan menjadi ujung tombak yang masuk ke Sulawesi barat, yang menyebabkan semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah jarum jam sebesar kira kira 35 derajat, dan bersama itu membuka teluk Bone. Semenanjung Utara memutar ujung utaranya menurut arah jarum jam hampir sebesar 90 derajat ,yang menyebabkan terjadinya subduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi di bawah bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik), sepanjang Alur Sulawesi Utara dan Teluk Gorontalo. Dan Obduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi diatas bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik),batuan ultra basis di Sulawesi timur dan tenggara diatas reruntuhan pengikisan atau endapan batuan yang lebih muda yang bercampur aduk.
Diperkirakan juga bahwa, Sulawesi barat bertabrakan dengan Kalimantan timur pada akhir Pliosen (3 Ma. yang lalu) yang sementara itu menutup selat Makasar dan baru membuka kembali dalam periode Kwarter, meskipun tidak ada data pasti yang menunjang pendapat ini. Endapan tebal dari sebelum Miosen di selat Makasar memberikan petunjuk bahhwa Kalimantan dan Sulawesi pernah terpisahkan sekurang-kurangnya 25 Ma. dalam periode permukaan laut rendah, mungkin sekali pada masa itu terdapat pulau-pulau khususnya di daerah sebelah barat Majene dan sekitar gisik Doangdoang. Di daerah Doangdoang, penurunan permukaan air laut sampai 100 m. akan menyebabkan munculnya daratan yang bersinambungan antara Kalimamantan tenggara dan Sulawesi barat daya. Biarpun demikian, suatu pengamatan yang menarik ialah bahwa garis kontur 1000 m di bawah laut di sebelah timur Kalimantan persis sama dengan garis yang sama di Sulawesi barat, sehingga mungkin selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.
Sulawesi meliputi tiga propinsi geologi yang berbeda-beda, digabung menjadi satu oleh gerakan kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang dipisahkan oleh patahan utara barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro), serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk dan Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kep. Sula (yang kenyataannya merupakan bagian Propinsi Maluku)

Friday, 9 March 2012

Lava dan Aliran Lava


Lava  dan Aliran Lava
Erupsi gunungapi yang bersifat efusif akan menghasilkan lava dengan bermacam-macam jenis berdasarkan ukuran,bentuk serta kenampakan permukaan dan di dalam lavanya sendiri. Lava terutama dikontrol oleh viskositas, kecepatan, efusi, dan keadaan lingkungan penegndapannya ( darat/ laut ). Aliran lava dapat dibedakan menjadi lava encer yang memilki viskositas dan kandungan silica yang rendah, dan lava kental yang memiliki viskositas dan kandungan silica yang tinggi.
Suhu lava basalt di Kilauea, Hawaii sekitar 1160°c – 1250°c. system tabung lava pada erupsi gunungapi di Hawaii tersebut, yang membawa lava panas sejauh 10 km dari pusat kelaut, suhunya mendingin sebesar 10°c. saat mencapai laut, suhu lava masih sekitar 1,140°c. warna batuan bisa mencerminkan suhu batuan, sebagai contoh warna orange –  kuning.